Pembaca yang budiman -semoga dirahmati Allah-,
Mungkin kita sama-sama telah membaca Harian Fajar tanggal 3 Maret 2007 halaman 11, yang memuat tentang pernyataan resmi dari Polda Makassar, bahwa ada enam kelompok yang disinyalir sebagai kelompok teroris. Berita tersebut mengingatkan kita peristiwa enam tahun silam, yaitu peledakan Mall Ratu Indah, Makassar. Ini disebabkan karena ada segelintir pemuda kaum muslimin yang “buang bomsembarang tempat!!!” Seharusnya bom itu dibuang dan diledakkan di medan jihad, justru dibuang dan diledakkan di negeri kaum muslimin sendiri. Mereka terlalu bersemangat dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, namun tidak dilandasi oleh ilmu, sehingga justru lebih banyak kerusakan yang ditimbulkan daripada manfaat. Oleh karena itu, pada edisi kali ini kami akan memaparkan beberapa kerusakan yang ditimbulkan oleh kejadian tersebut.

  • Membunuh Diri

Dalam rangka “jihad” memerangi Amerika dan sekutunya, sekian banyak aksi peledakan dan bom bunuh diri terjadi di negeri-negeri kaun muslimin yang dilakoni oleh sebagian pemuda yang tak berbasis ilmu yang kuat. Akibatnya, korban berjatuhan dari kalangan warga sipil muslim sendiri. Padahal Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah melarang seorang muslim membunuh dirinya sendiri di dalam firman-Nya:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sungguh Allah maha penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa`: 29)

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah memperingatkan:

من قتل نفسه بحديدة فحديدته في يده يتوجأ بها في بطنه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا ومن شرب سما فقتل نفسه فهو يتحساه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا ومن تردى من جبل فقتل نفسه فهو يتردى في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا

“Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sepotong besi, maka besinya itu akan berada ditangannya. Dia akan menikam perutnya dengan pisau itu didalam neraka dalam keadaan kekal didalamnya selama-lamanya. Barang siapa yang menenggak racun, lalu ia membunuh dirinya dengan racun itu, maka ia akan meminumnya sedikit-demi sedikit dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya selama-lamanya. Barang siapa yang menghempaskan dirinya dari gunung sehingga dia membunuh dirinya, maka dia akan terhempas dalam neraka dalam keadaan kekal di dalamnya selama-selamanya.” [Muslim dalam Shohihnya (109)]

Ini adalah perbuatan yang konyol -bukan jihad-. Perbuatan ini tidaklah mendatangkan kemaslahatan bagi Islam, karena bila seandainya dia membunuh dirinya dan membunuh 10 orang atau 100 orang atau 200 orang, maka hal tersebut tidak akan bermanfaat bagi Islam dan tidak membuat manusia ber-Islam. Malah membuat orang lari dari Islam. Karena itulah, perbuatan ini tidak dapat dibenarkan, dan menyebabkan pelakunya diazab di neraka, dan orang yang bunuh diri dengan cara yang seperti ini bukanlah mati syahid. Jika seorang mau berdakwah dan mengajak orang-orang kafir masuk ke dalam Islam, maka dakwahilah mereka dengan cara hikmah, bukan dengan cara emosi dan membabi buta yang mencoreng citra Islam dan kaum muslimin.

  • Membunuh Seorang Muslim

Jika kita memperhatikan orang-orang yang menjadi korban pemboman, maka kebanyakannya adalah kaum muslimin sendiri. Duhai, sungguh celakanya orang yang membom ini…! Karena Allah telah mengancamnnya di dalam firman-Nya:

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (QS. An-Nisa`: 93)

Lihatlah pembaca yang budiman! Allah mengancamnya di dalam ayat ini dengan neraka jahannam dan tidak sampai disitu saja, bahkan ia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, mengutuknya dan menyediakan siksa yang pedih baginya. Ini baru satu orang muslim, bagaimana lagi jika yang dibunuhnya adalah puluhan sampai ratusan orang muslim? –Nas alulllaha ‘afiyah wassalamah-

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

لَزَوَالُ لدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

“Sungguh hancurnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada membunuh (jiwa) seorang muslim”. [HR. At-Tirmizy dalam As-Sunan (1399), An-Nasa’iy dalam As-Sunan (7/82), Al-Bazzar dalam Al-Musnad (2393), dan lain-lain. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ghoyatul Maram (4390)]

Mereka berteriak ketika kaum kuffar AS dan sekutunya membantai jutaan kaum muslimin dengan mengatakan bahwa nyawa seorang muslim itu sangat mahal di sisi Allah. Namun di sisi lain mereka sendiri ternyata juga turut menumpahkan darah kaum muslimin. parahnya lagi kesalahan tersebut berusaha ditutupi dan dibenarkan dengan berjuta dalih: “Ini kan jihad”, “Mereka adalah Mujahid”, “Mereka adalah penghuni surga”, dan “Mereka mati syahid”. Padahal orang-orang yang melakukan aksi teror tersebut adalah orang-orang yang mati konyol, diancam oleh Allah dengan neraka Jahannam. Bagaimana mereka dianggap mati syahid ??!

  • Membunuh Kafir Musta’man

Pembaca budiman, ketahuilah bahwa tidak semua orang kafir boleh dibunuh di dalam syariat agama kita, karena sesungguhya orang kafir itu ada empat:macam, yaitu:

    • kafir dzimmy

Mereka adalah orang kafir (penduduk asli) yang membayar jizyah (upeti) yang dipunguti tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin. kafir, seperti ini tidak boleh dibunuh selama ia masih menaati peraturan-peraturan yang dikenakan kepada mereka. Banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut diantaranya adalah hadist Al-Mughirah bin syu’bah -radhiyallahu ‘anhu-, beliau berkata,

“Kami diperintah oleh rasul robb kami -Shollallahu ‘alaihi wasallam- untuk memerangi kalian sampai kalian menyembah Allah satu-satunya atau kalian membayat jizyah ”.[HR.Al-Bukhary dalam Ash-Shohih (3158)]

    • kafir mu’ahad ,

Mereka adalah orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati. Orang kafir seperti ini juga tidak boleh dibunuh, sepanjang mereka menjalankan kesepakatan yang telah dibuat. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

من قتل معاهدا لم يرح رائحة الجنة وإن ريحها توجد من مسيرة أربعين عاما

Siapa yang mebunuh kafir mu’ahad, ia tidak akan mencium bau surga, dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan 40 tahun . [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (3166), An-Nasa’iy dalam As-Sunan (8/25), dan Ibnu Majah (2686)]

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Ingatlah, siapa yang menzholimi seorang kafir mu’ahad, merendahkannya, membebani diatas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya, tanpa keridoan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat [HR Abu Daud dalam As-Sunan (3052) dan Al Baihaqy (9/205). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (445)]

    • kafir musta’man

Mereka adalah orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh, sepanjang masih berada dalam jaminan keamanan. Dalilnya, firman Allah -Ta’ala-,

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, Kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak Mengetahui.””. (QS. At-Taubah: 6)

d. kafir harby

Mereka adalah kafir selain yang tiga di atas. kafir jenis inilah yang disyariatkan untuk diperangi dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam syariat Islam. Mengapa harus diperangi? Karena mereka memerangi Islam.Demikianlah ketentuan syariat Allah.

Namun orang kafir harbiy yang masuk ke negeri kaum muslimin dengan jaminan keamanan dari pemerintah muslim berubah statusnya menjadi kafir musta’man, haram untuk diperangi selama dalam perlindungan. Mereka (para pembom) ini tidak peduli lagi dengan syariat Allah dalam hal ini. Padahal pada saat yang sama, mereka selalu meneriakkan, “Ayo tegakkan syari’at Islam”. Namun untuk kali ini, mereka injak-injak sendiri slogan-slogan tersebut. Akibatnya, semua orang kafir sah dan halal darah dan hartanya; perang dan pembunuhan terhadap mereka boleh dilakukan kapan dan di mana saja!! Wahai Pembaca yang budiman, tentunya ini merupakan sikap serampangan yang menyelisihi Al-Kitab, Sunnah, dan tuntunan para ulama’.

  • Menzholimi Orang Lain

Allah -‘Azza wa Jalla-, Pencipta kita telah mengharamkan perbuatan zholim atas diri-Nya dan hamba-hamba-Nya sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Qudsiy, Allah berfirman,

يَا عِبَادِيْ إِنِّيْ حَرَّمْتُ الظُلْمَ عَلَى نَفْسِيْ وَجَعَلْتُهُ بيَنْكَمُْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا

“Wahai segenap hamba-hamba-Ku, sesungguhnya aku telah mengharamkan perbuatan zholim atas diri-Ku dan Aku telah menjadikan hal tersebut sebagai perkara yang haram antara sesama kalian, maka janganlah kalian saling menzholimi”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2577) dari Abu Dzar -radhiyallahu ‘anhu-)

Dalam berbagai nas, baik Al-Qur’an, maupun sunnah, telah diterangkan bahwa perbuatan zhalim tidak pernah membawa kebaikan bagi pelakunya di dunia maupun di akhirat. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan dalam berbagai ayat tentang bahaya perbuatan zholim. Diantaranya, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا (27) يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا (28) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zholim menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. dan adalah setan ti tidak mau menolong manusia.”. (QS. Al-Furqan: 27 29 )

وَكَمْ قَصَمْنَا مِنْ قَرْيَةٍ كَانَتْ ظَالِمَةً وَأَنْشَأْنَا بَعْدَهَا قَوْمًا آَخَرِينَ

“Dan berapa banyak penduduk negeri yang zholim yang telah kami binasakan, dan kami adakan setelah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya)”. (Al-Anbiya`: 11)

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- juga mengingatkan:

اِتَّقُوْا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Takutlah terhadap perbuatan zholim, sebab kezholiman adalah kegelapan di atas kegelapan pada hari kiamat” [HR. Al-Bukhary dalam Shohihb-nya(2447), Muslim dalam Shohih-nya (2579), dan At-Tirmidzy dalam As-Sunan (2035) dari sahabat Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhu-]

Inilah beberapa kerusakan dan pelanggaran yang ditimbulkan oleh “aksi buang bom sembarang tempat!!!” Sebenarntyamasih banyak lagi kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan ini yang belum sempat kami paparkan seperti mencoreng citra Islam, membuat kaum muslimin jadi takut, mengadakan kerusakan di muka bumi, menjadikan orang-orang yang komitmen terhadap agamanya sebagai bahan cercaan dan celaan, merusak harta benda yang terjaga dan dilindungi dalam syariat, dan masih banyak lagi.

Wahai saudaraku, wahai para Pengangkat bendera “jihad”, pernahkah engkau bertanya pada dirimu, “Apakah termasuk jihad, menumpahkan darah kaum muslimin??! Apakah termasuk jihad, menghalalkan darah orang-orang yang haram untuk dibunuh dan? Apakah merupakan jihad menghancurkan harta benda kaum muslimin? Apakah engkau telah berjihad membenahi dirimu dalam mempelajari ilmu dan mengamalkannya? Sudahkah engkau berjihad mengikuti Al-Qur’an dan sunnah? Apakah engkau telah mengikuti Al-Qur’an dan sunnah, walaupun menyelisihi hawa nafsumu. ketahuilah saudaraku, jihad di jalan Allah bukanlah untuk pelampiasan dan pemuas hawa nafsu, namun dia adalah ibadah yang sangat agung dan salah satu simbol agama yang suci. Ingatlah, memperbaiki masyarakat adalah tanggung jawab bersama, sebarkan ilmu syari’at Islam di tengah ummat, tegakkan hukum Allah, dan jauhilah segala sebab kerusakan dan kehancuran”.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 11 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan hubungi alamat di atas. (infaq Rp. 200,-/exp)

Eksekusi ‘Syahid’?

Pelaksanaan eksekusi pada hari Ahad dini hari tanggal 9 November 2008 M atas tiga aktor bom Bali I, Imam Samudra, Amrozi dan Mukhlas, mengundang perhatian banyak kalangan dari seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya nasional bahkan internasional. Hal inilah yang mengundang mereka berkomentar, baik atas pelaksanaan eksekusi tersebut maupun atas kematian mereka dengan eksekusi itu, kontroversipun terjadi, sebagian pihak menyanjung mereka, sebagian pihak membenarkan hukuman eksekusi tersebut, sementara yang lain menentangnya. Kontroversi semacam ini terjadi karena masing-masing menilai dari sudut pandang yang berbeda, sehingga wajar saja kalau mereka berselisih pendapat, karena dasar berpendapatnya saja berbeda.

Sayang, tak sedikit dari umat Islam dengan status sosial yang berbeda-beda, turut pula ramai-ramai ikut andil berkomentar dalam peristiwa ini. Mereka tidak memandangnya dari sudut pandang ajaran Islam yang murni, bahkan cenderung menggunakan perasaan, apakah dengan perasaan kasihan, atau sebaliknya semata-mata dengan perasaan benci dan marah, sehingga muncullah hasil yang berbeda karena berlandaskan perasaan yang berbeda. Sebagian lagi membubui penilaiannya dengan pengetahuan tentang ajaran Islam yang minim dan yang sudah tercampur dengan gaya berpikirnya para korban eksekusi, sehingga tak segan-segan memastikan mereka sebagai syahid, pahlawan, pasti senang di surga, di sorga dibawa oleh burung hijau, disambut para bidadari dan pujian-pujian semacam itu.

Tak pelak lagi, kejadian-kejadian paska pelaksanaan sampai pada penguburan-pun dikait-kaitan dengan vonis ‘kebahagiaan’ di atas, ada yang bilang bahwa jenazahnya wangi, mukanya tersenyum, cuaca mendadak menjadi mendung, disambut burung belibis hitam – yang diartikan bidadari menjelang penguburan pertanda jenazah mereka diterima Allah – dan hal-hal semacam itu. Bahkan lebih parah, sebelum pelaksanaan eksekusi pun sudah dikomentari bahwa mereka bakal dapat bidadari. Subhanallah…

Sekilas saya membaca komentar-komentar semacam itu, membuat saya terpanggil untuk menulis makalah ini, tak lain tujuannya adalah untuk berupaya meluruskan cara berpikir kaum muslimin sehingga tidak bermudah-mudahan untuk mengeluarkan vonis positif atau negatif, terlebih dalam urusan semacam ini yang lebih sarat dengan urusan ghaib, urusan akhirat yang hanya di sisi Allah Ta’ala sajalah pengetahuannya.

Ya, tak sedikit mereka yang telah menjadi korban ‘komentar tanpa ilmu’, sehingga jangan dianggap angin lalu. Semua ucapan yang kita ucapkan dicatat oleh para malaikat dan menjadi dokumen pribadi kita, untuk kemudian akan kita pertanggung jawabkan di sisi Allah Ta’ala kelak.
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir [Qoof:18]

Perlu dicamkan, bahwa urusan nasib seseorang di akhirat itu bukan urusan kita, bahkan itu urusan ghaib yang hanya Allah Yang Maha Tahu yang memiliki pengetahuan tentangnya. Sehingga seseorang yang mengatakan bahwa mereka itu syahid, berarti ia – tanpa ilmu – telah menvonisnya pasti masuk ke dalam surga, ya, pasti tanpa ilmu, karena hanya Allah Ta’ala sajalah yang mengetahui nasib mereka dia akhirat kelak.

Wahai kaum muslimin, kita mesti mengingat firman Allah Ta’ala:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [Al-Isra’:36]

Janganlah karena dorongan emosional, lalu kita berbicara tanpa ilmu yang berakibat mencelakakan kita sendiri.

Dahulu di zaman Nabi sempat muncul beberapa kejadian yang membuat sebagian sahabat mengeluarkan vonis kebahagiaan di akhirat kepada beberapa sahabat yang lain, namun dengan segera Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menampik persaksian mereka itu, karena hal semacam ini tidak ada yang tahu termasuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kalaulah tanpa berita wahyu dari langit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan mengetahui.

Suatu ketika seorang sahabat mulia Utsman bin Madz’un meninggal dunia, segeralah seorang wanita mempersaksikan baginya kemuliaan di Akhirat, namun dengan segera Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menukas persaksiannya. Kisah berharga tersebut termaktub dalam kitab Shahih Al-Bukhari, bahwa seorang wanita bernama Umul ‘Ala, wanita Anshor yang pernah berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkisah bahwa saat itu dibagikan undian orang-orang muhajirin, maka kami mendapatkan bagian Utsman bin Madz’un sehingga kami menempatkannya di rumah kami, tapi ia dirundung sakitnya yang menyebabkan kematiannya, maka ketika beliau wafat dan dimandikan lalu dikafani dengan kain kafannya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk, aku-pun mengatakan,
رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ أَبَا السَّائِبِ فَشَهَادَتِي عَلَيْكَ لقد أَكْرَمَكَ الله
Rahmat Allah atas dirimu wahai Abu Saib (Utsman bin Madz’un), persaksianku terhadap dirimu bahwa Allah telah memuliakan dirimu”, maka serta merta Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وما يُدْرِيكِ أَنَّ اللَّهَ أَكْرَمَهُ فقلت بِأَبِي أنت يا رَسُولَ اللَّهِ فَمَنْ يُكْرِمُهُ الله فقال أَمَّا هو فَقَدْ جَاءَهُ الْيَقِينُ والله إني لَأَرْجُو له الْخَيْرَ والله ما أَدْرِي وأنا رسول اللَّهِ ما يُفْعَلُ بِي قالت فَوَاللَّهِ لَا أُزَكِّي أَحَدًا بَعْدَهُ أَبَدًا
Darimana kamu tahu bahwa Allah telah memuliakannya”. Akupun mengatakan, ”Ayahku sebagai tebusanmu Wahai Rasulullah, lalu siapa yang Allah muliakan?” Rasulullah menjawab: ”Adapun dia maka telah datang kematiannya, demi Allah aku benar-benar berharap untuknya kebaikan, demi Allah saya sendiri tidak tahu -padahal aku ini adalah utusan Allah- apa yang nantinya akan diperlakukan terhadap diriku”. Umul ‘Ala mengatakan: Demi Allah aku tidak lagi memberikan tazkiyah (persaksian baik) setelah itu selama-lamanya.

Coba renungi kisah ini, siapakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, siapakah Utsman bin Madz’un dan siapakah Umul ‘Ala.

Adapun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sudah jelas bagi kita siapakah beliau, adapun Utsman bin Madz’un maka beliau termasuk orang–orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqunal awwalun) Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa beliau adalah orang yang ke 14 dalam masuk Islam, beliau ikut hijrah ke Habasyah (Ethiopia) bersama anaknya, beliau termasuk pasukan perang Badar. Demikian biografinya sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar dalam kitab al-Ishabah. Ummu ‘Ala sendiri adalah Shahabiyyah (sahabat wanita) yang mulia periwayat hadits Nabi, dan salah seorang wanita yang berbai’at kepada Nabi, siap untuk tunduk patuh kepada titahnya.

Marilah kita renungkan, seorang wanita mulia bersaksi atas kebahagiaan seorang lelaki yang hidupnya penuh dengan perjuangan besar, namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghentikan persaksiannya, lebih daripada itu, beliau tegaskan bahwa beliau sendiri sebagai seorang Rasul tidak mengetahui nasib dirinya.
Sementara di waktu lain, Aisyah radhiyallahu ‘anha juga pernah bersaksi atas kebahagiaan di akhirat untuk seorang anak kecil yang meninggal dunia. Diriwayatkan sbb :
عن عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قالت دُعِيَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إلى جَنَازَةِ صَبِيٍّ من الْأَنْصَارِ فقلت يا رَسُولَ اللَّهِ طُوبَى لِهَذَا عُصْفُورٌ من عَصَافِيرِ الْجَنَّةِ لم يَعْمَلْ السُّوءَ ولم يُدْرِكْهُ قال أَوَ غير ذلك يا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ لِلْجَنَّةِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لها وَهُمْ في أَصْلَابِ آبَائِهِمْ وَخَلَقَ لِلنَّارِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لها وَهُمْ في أَصْلَابِ آبَائِهِمْ
Dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata bahwa Rasulullah pernah diminta untuk menyolati jenazah seorang anak dari Al-Anshor, maka aku katakan: ”Wahai Rasulullah beruntung anak ini, (ia menjadi seekor) burung ushfur dari burung-burung ushfur di dalam Surga, ia belum berbuat kejelekan sama sekali dan belum menjumpainya. ” Nabi menjawab: ”Atau (bahkan) selain itu, wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menciptakan untuk surga penghuninya, Allah ciptakan mereka untuk surga sejak mereka berada pada tulang sulbi ayah-ayah mereka, dan Allah menciptakan untuk neraka penghuninya Allah menciptakan mereka sejak mereka dalam tulang sulbi ayah-ayah mereka. ” [Shahih HR Muslim]

Ya, seorang bocah yang masih suci belum melakukan kejelekan dan belum menjumpainya sebagaimana tutur Aisyah, dan ia adalah seorang anak sahabat Anshor sehingga ‘Aisyah-pun bersaksi atas kebahagiaannya. Ternyata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menegur ‘Aisyah atas persaksiannya, mengapa? Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri waktu itu belum tahu tentang nasib anak-anak muslim itu. Ulama yang lain mengatakan –atas dasar bahwa anak muslim nantinya bakal di surga dan itu telah disepakati ulama– bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin melarang ‘Aisyah untuk terburu-buru memastikan sesuatu tanpa ada dalil yang pasti. Hal itu karena ini adalah urusan ghaib, urusan akhirat yang hanya di Tangan Allah dan manusia tidak tahu-menahu tentangnya.

Bahkan dalam kejadian lain, di sebuah perjalanan peperangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beberapa sahabat sempat memvonis surga bagi seseorang yang mati di sela-sela perjalanan itu, diriwayatkan,
عن أبي هُرَيْرَةَ قال خَرَجْنَا مع النبي صلى الله عليه وسلم إلى خَيْبَرَ فَفَتَحَ الله عَلَيْنَا فلم نَغْنَمْ ذَهَبًا ولا وَرِقًا غَنِمْنَا الْمَتَاعَ وَالطَّعَامَ وَالثِّيَابَ ثُمَّ انْطَلَقْنَا إلى الْوَادِي وَمَعَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَبْدٌ له وَهَبَهُ له رَجُلٌ من جُذَامَ يُدْعَى رِفَاعَةَ بن زَيْدٍ من بَنِي الضُّبَيْبِ فلما نَزَلْنَا الْوَادِي قام عبد رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَحُلُّ رَحْلَهُ فَرُمِيَ بِسَهْمٍ فَكَانَ فيه حَتْفُهُ فَقُلْنَا هَنِيئًا له الشَّهَادَةُ يا رَسُولَ اللَّهِ قال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَلَّا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بيده إِنَّ الشَّمْلَةَ لَتَلْتَهِبُ عليه نَارًا أَخَذَهَا من الْغَنَائِمِ يوم خَيْبَرَ لم تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ قال فَفَزِعَ الناس فَجَاءَ رَجُلٌ بِشِرَاكٍ أو شِرَاكَيْنِ فقال يا رَسُولَ اللَّهِ أَصَبْتُ يوم خَيْبَرَ فقال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم شِرَاكٌ من نَارٍ أو شِرَاكَانِ من نَارٍ
Dari Abu Hurairah ia berkata: Kami keluar bersama Nabi menuju ke Khaibar, maka Allah memenangkan kami, dan kami tidak mendapat rampasan perang berupa emas, ataupun perak, tapi kami mendapatkan rampasan berupa barang-barang, makanan dan pakaian. Lalu kami beranjak ke sebuah lembah, dan bersama Rasulullah seorang budak, beliau diberi oleh seorang dari bani Judzam, panggilannya Rifa’ah bin Zaid dari bani Dhobib, maka ketika kami singgah di lembah itu budak tersebut bangkit untuk melepaskan bawaan tunggangannya, ternyata dia dilempar panah sehingga itu menjadi sebab kematiannya, kamipun mengatakan: “Berbahagialah dia dengan pahala syahid, wahai Rasulullah.” Rasulullah mengatakan: “Sekali-kali tidak, demi yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sesungguhnya kainnya akan menyalakan api padanya, ia mengambilnya dari rampasan perang pada perang Khaibar dan belum dibagi.” Abu Hurairah berkata: ”Maka orang-orang sangat takut sehingga ada seorang yang menyerahkan satu tali sandal atau dua tali sandal dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, kami mendapatkannya pada perang Khaibar,” maka Rasulullah bersabda: “Satu atau dua tali sandal dari neraka.”.
Para sahabat mempersaksikan kesyahidan untuk budak tersebut, budak yang membantu Nabi, berjuang bersama beliau, meninggal dalam perjalanan perang yang tentu semuanya itu sebenarnya adalah jihad fi sabilillah. Namun dengan tegas Nabi membantah persaksian mereka, bahkan diiringi dengan sumpah dengan nama Allah, dan bahwa pelanggarannya berupa mencuri selembar kain sebelum dibagi-bagikan menghalanginya untuk mendapatkan kemuliaan syahid, ya, hanya karena selembar kain yang dia curi…
Yang lebih membuat tercengang para sahabat adalah peristiwa lain dimana Nabi bersaksi neraka terhadap seseorang yang berjuang keras dalam berjihad. Imam Al-Bukhari meriwayatkan,
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ – رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْتَقَى هُوَ وَالْمُشْرِكُونَ فَاقْتَتَلُوا ، فَلَمَّا مَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى عَسْكَرِهِ ، وَمَالَ الآخَرُونَ إِلَى عَسْكَرِهِمْ ، وَفِى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – رَجُلٌ لاَ يَدَعُ لَهُمْ شَاذَّةً وَلاَ فَاذَّةً إِلاَّ اتَّبَعَهَا يَضْرِبُهَا بِسَيْفِهِ ، فَقَالَ مَا أَجْزَأَ مِنَّا الْيَوْمَ أَحَدٌ كَمَا أَجْزَأَ فُلاَنٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَمَا إِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ » (( وفي رواية فقالوا أينا من أهل الجنة إن كان هذا من أهل النار )) فقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ أَنَا صَاحِبُهُ . قَالَ فَخَرَجَ مَعَهُ كُلَّمَا وَقَفَ وَقَفَ مَعَهُ ، وَإِذَا أَسْرَعَ أَسْرَعَ مَعَهُ قَالَ فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا شَدِيدًا ، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ بِالأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ، ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَى سَيْفِهِ ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ . قَالَ « وَمَا ذَاكَ » . قَالَ الرَّجُلُ الَّذِى ذَكَرْتَ آنِفًا أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ ، فَأَعْظَمَ النَّاسُ ذَلِكَ . فَقُلْتُ أَنَا لَكُمْ بِهِ . فَخَرَجْتُ فِى طَلَبِهِ ، ثُمَّ جُرِحَ جُرْحًا شَدِيدًا ، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ فِى الأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ، ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَيْهِ ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عِنْدَ ذَلِكَ « إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ ، وَهْوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ ، وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Dari Sahl bin Sa’ad ia mengatakan: Bahwa Rasulullah bertemu dengan orang-orang musyrik sehingga mereka saling menyerang, maka tatkala Rasulullah menuju ke kampnya, dan yang lain juga menuju ke kamp mereka, sementara di antara para sahabat Nabi ada seseorang yang tidak membiarkan seorangpun (dari musyrikin-pent) yang lepas dari regunya kecuali dia kejar dan dia tebas dengan pedangnya. Akhirnya para sahabat mengatakan: “Tidaklah seorangpun dari kita pada hari ini mencukupi seperti yang dicukupi Fulan itu.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Sesungguhnya dia termasuk penduduk Neraka” (dalam sebuah riwayat): Maka para sahabat mengatakan: “Siapa diantara kita menjadi penghuni Al-Jannah, bila dia saja termasuk penghuni An-Nar ?”
Maka seseorang diantara orang-orang mengatakan: Aku akan menguntitnya terus. Iapun keluar bersamanya, setiap kali orang itu berhenti ia ikut berhenti, dan jika dia cepat iapun cepat. Ia berkisah: Lalu orang itu terluka dengan luka yang parah, maka ia ingin segera mati sehingga ia letakkan (gagang) pedangnya di bumi dan ujungnya di antara dua dadanya kemudian dia mengayunkan dirinya di atas pedangnya, sehingga iapun membunuh dirinya. Lalu orang yang menguntitnya itu datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan: “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah”. Beliau mengatakan: “Kenapa ?”, Ia menjawab: “Orang yang engkau sebutkan tadi bahwa dia termasuk penghuni Neraka.” Lalu orang-orang tercengang dengan hal itu. Maka aku katakan: “Aku (akan membuktikan) untuk kalian tentangnya. Maka aku keluar menguntitnya sampai ia terluka dengan luka yang parah maka ia ingin cepat mati, akhirnya ia letakkan gagang pedangnya di bumi dan ujungnya di antara dua dadanya, lalu ia ayunkan dirinya di atas pedangnya sehingga iapun membunuh dirinya.“ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amalan penghuni Al-Jannah -yang nampak bagi manusia- sementara dia termasuk penghuni Neraka. Dan sungguh seseorang beramal dengan amalan penghuni Neraka -yang nampak bagi manusia- sementara dia termasuk penghuni Al-Jannah.
” [Shahih, HR Al-Bukhari dan Muslim]

Sungguh benar-benar mencengangkan, penjuangan yang begitu gigih dalam jihad di jalan Allah, dan membuat kocar-kacir musuh, ternyata perjuangannya menjadi tidak begitu berarti manakala ia melanggar agama, bunuh diri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencegah persaksian mereka, hal itu karena kita sebagai manusia, banyak hal yang terluputkan dari kita, kita tidak mengetahui hal yang tersembunyi, hanyalah Allah yang tahu akhir dari nasib seseorang.

Kiranya kejadian-kejadian di atas menjadi pelajaran penting bagi kita semuanya, para sahabat Nabi yang mulia dengan keilmuan dan keimanan mereka bersaksi atas para sahabat yang lain yang memenuhi hari-hari mereka dengan perjuangan dan pengorbanan, namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mencegah mereka dari persaksian-persaksian tersebut, kenapa? Sekali lagi ini urusan ghaib yang hanya diketahui oleh Dzat Yang Maha Tahu urusan itu, Allah ‘Azza wa Jalla.

Atas dasar itu, maka menjadi keyakinan Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mereka saling-mewarisi dan mewariskan dari sejak zaman Nabi hingga kini, bahwa kita tidak bisa memastikan seorangpun secara tertentu dari muslimin bahwa dia akan masuk Surga karena sebuah amalan tertentu. Tentu saja, kepastian atas mereka yang kita peroleh informasinya dari wahyu ilahi, semacam Al-‘Asyroh Al-Mubasyraruna bil Jannah ‘, sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira masuk surga’, diantaranya khalifah yang empat, atau yang semacam mereka.

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang digelari Imam Ahlussunnah, karena kegigihannya dalam memperjuangkan Aqidah, mengatakan:
لا نشهد على أهل القبلة بعمل يعمله بجنة ولا نار نرجو للصالح ونخاف عليه ونخاف على المسيء المذنب ونرجو له رحمة الله
Dan kami tidak bersaksi atas ahlul qiblah (yakni muslimin) karena sebuah amalan yang dia amalkan bahwa ia pasti masuk surga atau neraka, kami berharap baik bagi seorang yang shaleh tapi kami tetap khawatir padanya, dan kami khawatir terhadap mereka yang berbuat jelek, tapi kami tetap mengharap rahmat Allah padanya. [Ushulus Sunnah]

Imam Ahmad yang merasakan pahit getirnya kejahatan penguasa saat itu, penyiksaan, penjara, intimidasi dalam waktu kurang lebih 3 masa khalifah yaitu Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq, itu semua karena memperjuangkan aqidah, hampir-hampir nyawa melayang karenanya.

Bahkan sudah melayang nyawa sekian ulama yang mendahului beliau saat itu, namun itu tidak membuat beliau larut dalam perasaan yang membawa kepada persaksian yang tidak benar, walaupun kesedihan terasa begitu mendalam dalam sanubari.

Tidak ketinggalan, Al Imam Al-Bukhari dalam kitabnya Shahih Al-Bukhari, yang sebagian ulama menyebutnya sebagai kitab yang paling Shahih setelah Kitabullah, oleh karenanya umat Islam menyambutnya dengan lapang dada, beliau meletakkan sebuah bab berjudul:
باب لاَ يَقُولُ فُلاَنٌ شَهِيدٌ
“TIDAK BOLEH SESEORANG MENGATAKAN FULAN SYAHID”
Lalu beliau menyebutkan riwayat :
قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُجَاهِدُ فِى سَبِيلِهِ ، اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُكْلَمُ فِى سَبِيلِهِ »
Abu Hurairah berkata dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: ”Allah lebih tahu siapakah yang (benar-benar) berjihad di jalan-Nya, Allah lebih tahu siapakah yang terluka di jalan-Nya. ”
Ibnu Hajar menerangkan: [Tidak boleh Mengatakan Fulan Syahid] yakni dengan memastikan hal itu kecuali dengan (berita) dari wahyu, seolah-olah beliau (Al-Bukhari) mengisyaratkan kepada hadits Umar bahwa beliau berkhutbah lalu mengatakan: “Kalian katakan dalam peperangan-peperangan kalian ‘fulan syahid’ dan ‘fulan mati syahid’, barangkali dia telah memberatkan kendaraannya, ketahuilah janganlah kalian mengatakan semacam itu akan tetapi katakanlah seperti yang dikatakan Rasulullah: “Barangsiapa yang meninggal atau terbunuh di jalan Allah maka dia syahid”
. “ Dan itu hadits hasan Riwayat Ahmad dan Said bin Manshur dan selain keduanya.

Aqidah inipun ditegaskan oleh Ath-Thohawi dalam buku aqidahnya:
ونرجو للمحسنين من المؤمنين ان يعفو عنهم ويدخلهم الجنة برحمته ولا نأمن عليهم ولا نشهد لهم بالجنة ونستغفر لمسيئهم ونخاف عليهم ولا نقنطهم
Kami berharap untuk orang-orang yang berbuat baik dari mukminin untuk Allah ampuni mereka dan memasukkan mereka ke dalam Al-Jannah dengan rahmat-Nya dan kami tidak merasa aman atas mereka serta tidak bersaksi bahwa mereka pasti dapat surga. Kami juga memintakan ampun untuk orang-orang yang berbuat jelek dan kami khawatir atas mereka tapi kami tidak putus asa pada mereka.

Dan begitulah sifat seorang mukmin, ia tidak merasa aman tentram dengan amalnya, karena yakin pasti diterima, bahkan ia selalu merasa khawatir, jangan-jangan amalnya tidak diterima, Aisyah bertanya kepada Rasulullah, wahai Rasulullah ayat :
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan (yakni dari shodaqoh atau yang mereka amalkan dari amal shalih), dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. [Al-Mukminun:60]
Apakah maksudnya adalah seorang yang berzina dan meminum khamr serta mencuri?“ Rasulullah menjawab: “Tidak wahai putri Ash-Shiddiq, akan tetapi itu adalah seseorang yang berpuasa shalat, bersedekah dan khawatir amalannya tidak diterima.” [HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan: “Demi Allah mereka mengamalkan ketaatan serta bersungguh-sungguh padanya tapi mereka juga takut kalau amalnya ditolak, sesungguhnya seorang mukmin menyertakan antara perbuatan baik dan rasa khawatir, sementara seorang munafiq menggabung antara perbuatan jelek dan perasaan tenang.” [Lihat Syarh At-Thahawiyah]

Para pembaca yang saya hormati, jujur saja, apakah yang dilakukan Imam Samudra cs suatu amal kebaikan? Seandainyapun itu suatu amal kebaikan, maka itupun tetap tidak membolehkan kita untuk memastikan bahwa itu diterima, bahkan hanya bisa mengharap, lebih-lebih memastikan syahid dan dapat surga serta bidadarinya. Hal itu sebagaimana penjelasan Allah, Rasul dan para ulama, inilah hukum Islam, jika kita mau menegakkan hukum Islam. Tapi kalau ternyata apa yang dilakukannya adalah suatu amal kejelekan, maka ini dari jenis yang kita khawatirkan, bahkan kekhawatiran besar.

Apa sebenarnya yang mereka lakukan?
Mari kita melihat sejenak, mereka telah menyebabkan lenyapnya nyawa seorang muslim, mereka telah membunuh dan melukai ratusan orang kafir para wisatawan asing, mereka telah menghancurkan gedung, mereka telah mengangkat senjata, muslimin kerepotan menerima tuduhan serupa, dan menimbulkan rasa takut di masyarakat, dan beberapa hal lain dengan alasan jihad.

Saya tidak ingin membahas semuanya, namun saya hanya akan menyoroti beberapa hal, itupun dengan singkat, agar tidak keluar dari maksud tulisan ini.

Pertama, menyebabkan lenyapnya nyawa seorang muslim, nyawa muslim walaupun hanya satu orang, maka itu sangat berharga di sisi Allah Ta’ala. Maka tidak boleh melakukan tindak kejahatan terhadap jiwa muslim dan membunuhnya tanpa alasan/cara yang benar. Barangsiapa yang melakukan hal itu berarti telah melakukan salah satu dosa besar dari dosa-dosa besar, Allah berfirman:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. [An-Nisa:93] dan berfirman:
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءتْهُمْ رُسُلُنَا بِالبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيراً مِّنْهُم بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.[Al-Maidah:32]

Al-Imam Mujahid (seorang Tabi’in, Ahli Tafsir) mengatakan: (seperti membunuh semua manusia seluruhnya) “dalam hal dosanya”. Ini menunjukkan besarnya masalah membunuh jiwa tanpa cara/alasan yang benar, dan Nabi bersabda:
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إلا الله وَأَنِّي رسول اللَّهِ إلا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِي وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada ilah yang benar selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dengan salah satu dari 3 perkara: pezina yang telah menikah, jiwa dengan jiwa, orang yang keluar dari agama meninggalkan jama’ah” [Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Mas’ud].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ الناس حتى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إلا الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رسول اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فإذا فَعَلُوا ذلك عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إلا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ على اللَّهِ
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada ilah yang benar melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, bila mereka melakukan hal itu, mereka telah melindungi darah dan hartanya dariku kecuali dengan hak Islam dan perhitungannya nanti diserahkan kepada Allah”. [Muttafaqun’alaih dari hadits ibnu Umar]

Dan dalam sunan Nasa’i dari hadits Abdullah bin ‘Amr dari Nabi shallallahu`alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ على اللَّهِ من قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
Sungguh lenyapnya dunia bagi Allah lebih ringan dari terbunuhnya seorang muslim”. [Shahih, HR At-Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu majah dan yang lain Shohih At-Targhib:2439]
وَنَظَرَ ابْنُ عُمَرَ يَوْمًا إِلَى الْبَيْتِ فَقَالَ مَا أَعْظَمَكَ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكَ وَلَلْمُؤْمِنُ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكَ
Dan Abdullah Ibnu Umar suatu hari memandang ke Ka’bah seraya mengatakan:”Betapa agungnya engkau dan betapa agungnya kehormatan engkau, tetapi seorang mukmin lebih besar kehormatannya disisi Allah dari pada engkau” [Shahih lighoirihi, HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, Shohih At-Targhib:2441]

Kedua, membunuh jiwa mu’ahad (orang-orang kafir yang memiliki perjanjian damai atau keamanan), diantara mereka adalah para wisatawan asing tersebut

Dari Abdullah bin ‘Amr bn Al-Ash dari Nabi shallallahu`alaihi wa sallam ia bersabda:
من قَتَلَ مُعَاهَدًا لم يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ من مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Barangsiapa yang membunuh Mu’ahad maka ia tidak mendapatkan bau surga padahal baunya dapat dicium dari jarak perjalanan 40 tahun” [HR Al-Bukhori dan Ibnu Majah]

Dan siapa saja yang dimasukkan oleh penguasa muslim dengan perjanjian aman maka jiwa dan hartanya juga terlindungi, tidak boleh menyentuhnya dan barangsiapa yang membunuhnya maka maka dia seperti yang disabdakan Nabi shallallahu`alaihi wa sallam…”tidak akan mendapat bau surga”, dan ini adalah ancaman yang keras bagi orang yang mencoba membunuh orang yang berada dalam perjanjian aman.
Maksudnya siapa saja yang masuk dengan perjanjian aman dari penguasa untuk kepentingan suatu maslahat yang dia pandang, maka tidak boleh mengganggunya atau bertindak jahat terhadapnya, apakah kepada jiwanya atau hartanya.

Ketiga, melakukan kerusakan di muka bumi, dengan menimbulkan ketakutan melalui aksi terornya, Allah berfirman:
إِنَّمَا جَزَاء الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُواْ أَوْ يُصَلَّبُواْ أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلافٍ أَوْ يُنفَوْاْ مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. [Al-Maidah:33]

Ibnu Katsir mengatakan: kata Muharobah (memerangi) artinya melawan dan menyelisihi dan kata ini tepat diberikan kepada kekafiran atau qoth’u toriiq (penyamun jalanan) serta yang menakut-nakuti manusia dengan kejahatnnya di jalanan, demikian pula kata ‘merusak di bumi’ di berikan kepada berbagai macam kejahatan dan kejelekan. [Tafsir Al-Quran Al-Adhim:2/50]

Demikian pula kesimpulan Asy-Syaukani tentang makna ‘kerusakan di muka bumi’: Dan telah diperselisihkan tentang makna kerusakan di muka bumi dalam ayat ini, apakah itu? maka dikatakan dalam sebuah pendapat bahwa itu ‘syirik’. Dikatakan dalam pendapat lain bahwa itu ‘merampok atau mengganggu dengan kejahatan di jalan’, dan yang tampak dari susunan kalimat Al-Quran bahwa kata itu tepat untuk semua yang dapat disebut sebagai kerusakan di bumi, sehingga syirik adalah kerusakan di bumi, melakukan kejahatan di jalan juga kerusakan di bumi, menumpahkan darah dan merenggut kehormatan dan merampok harta juga kerusakan di muka bumi. Serta berbuat jahat terhadap hamba Allah tanpa alasan yang benar juga kerusakan di bumi, menghancurkan bangunan menebang pepohonan dan juga mengeringkan sungai juga kerusakan di bumi, dengan ini engkau tahu dengan tepat untuk menyebut ini semua sebagai kerusakan di bumi…[Tafsir Fathul Qadir]

Maka dari itu, siapapun yang melakukan kejahatan sebagaimana kriteria dia atas maka ia berhak mendapatkan hukuman yang Allah sebutkan dalam ayat yaitu, dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara menyilang atau diasingkan. Hal itu disesuaikan dengan besar kecilnya kejahatan yang dia lakukan setelah dipelajari dan terbukti kejahatannya, hukuman tersebut ditetapkan karena besarnya kejahatan yang dilakukan sehingga Allah menyebutnya sebagai peperangan terhadap Allah dan Rasul terutama bila diantara korbannya adalah muslimin.

Dilihat dari tiga masalah ini saja, maka tampak bahwa apa yang mereka (trio bomber dkk, red) lakukan bukanlah masalah sepele, bahkan merupakan ‘kejahatan kriminal yang amat besar’. Maka hukuman Hirobah-lah yang pantas bagi mereka menurut hukum Islam, seperti yang tersebut dalam surat Al-Maidah di atas, bila mereka konsekuen dengan tuntutan syari’at Islam, maka inilah syariat Islam bagi para pelaku kejahatan semacam ini.

Dari pemaparan secara singkat di atas, maka sangat keliru, bahkan salah besar, ketika seseorang berani memvonis surga atau syahid untuk mereka dengan amalan tersebut. Dan kesalahan vonis ini bukan hanya untuk mereka, bahkan untuk siapapun, kecuali bila ada wahyu ilahi yang menerangkan kepada kita bahwa seseorang syahid atau pasti masuk surga.

Maka berhati-hatilah, wahai kaum muslimin, untuk bicara tanpa ilmu !

Wallahu Ta’ala A’lam bish Shawab.

(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Qomar ZA, Lc yang dikirim via Email)